FEBY FITRIANI
22216765
2EB17
2EB17
IT-022209
Kasus Perlindungan Konsumen
Kasus Iklan Nissan March Masuk Pengadilan
Konsumen merasa dikelabui iklan. Pengacara produsen anggap iklan sebagai cara ‘menggoda’ orang untuk membeli produk.
Iklan sebuah produk
adalah bahasa pemasaran agar barang yang diperdagangkan laku. Namun, bahasa
iklan tidak selalu seindah kenyataan. Konsumen acapkali merasa tertipu iklan.Ludmilla
Arief termasuk konsumen yang merasa dikelabui saat membeli kendaraan roda empat
merek Nissan
March. Jargon ‘city car’ dan ‘irit’ telah menarik minat perempuan berjilbab
ini untuk membeli. Maret tahun lalu, Milla-- begitu Ludmilla Arief biasa
disapa—membeli Nissan March di showroom Nissan Warung Buncit, Jakarta
Selatan.Sebulan menggunakan moda transportasi itu, Milla merasakan keganjilan.
Ia merasa jargon ‘irit’ dalam iklan tak sesuai kenyataan, malah sebaliknya
boros bahan bakar. Penasaran, Milla mencoba menelusuri kebenaran janji ‘irit’
tersebut.
Dengan menghitung jarak
tempuh kendaraan dan konsumsi bensin, dia meyakini kendaraan yang digunakannya
boros bensin.“Sampai sekarang saya ingin membuktikan kata-kata city car dan
irit dari mobil itu,” ujarnya ditemui wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan, Selasa (10/4).Setelah satu bulan pemakaian, Milla menemukan kenyataan
butuh satu liter bensin untuk pemakaian mobil pada jarak 7,9 hingga 8,2
kilometer (km). Rute yang sering dilalui Milla adalah Buncit–Kuningan-Buncit.
Semuanya di Jakarta Selatan. Hasil deteksi mandiri itu ditunjukkan ke Nissan
cabang Warung Buncit dan Nissan cabang Halim.
Berdasarkan iklan yang
dipampang di media online detik dan Kompas, Nissan
March mengkonsumsi satu liter bensin untuk jarak bensin 21,8 km. Informasi
serupa terdapat di brosur Nissan March. Karena itulah Milla berkeyakinan
membeli satu unit untuk dipakai sehari-hari. “Di iklan itu ditulis berdasarkan
hasil tes majalah Autobild edisi 197 tanpa mencantumkan rute kombinasi,”
imbuhnya.Pihak Nissan melakukan tiga kali pengujian setelah pemberitahuan
Milla. Milla hanya ikut dua kali proses pengujian. Lantaran tak mendapatkan
hasil, Milla meminta dilakukan tes langsung di jalan dengan mengikutsertakan
saksi. “Saya berharap diadakan road test dengan ada saksi,” kata
karyawati swasta itu.
Kasus ini akhirnya masuk
ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Jakarta. Milla meminta tanggung
jawab PT Nissan Motor Indonsia (NMI). Perjuangannya berhasil. Putusan BPSK 16
Februari lalu memenangkan Milla. BPSK menyatakan NMI melanggar Pasal 9 ayat (1)
huruf k dan Pasal 10 huruf c Undang-Undang
Perlindungan Konsumen. NMI diminta membatalkan transaksi, dan karenanya
mengembalikan uang pembelian Rp150 juta.
Tak terima putusan BPSK,
NMI mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidang lanjutan
pada 12 April ini sudah memasuki tahap kesimpulan. Dalam permohonan
keberatannya, NMI meminta majelis hakim membatalkan putusan BPSK Jakarta.
Sebaliknya, kuasa hukum
Milla, David
ML Tobing, berharap majelis hakim menolak keberatan NMI. Ia meminta majelis
menguatkan putusan BPSK. Dikatakan David, kliennya kecewa pada iklan produsen
yang tak sesuai kenyataan.“Tidak ada kepastian angka di setiap iklan Nissan
March dan tidak ada kondisi syarat tertentu. Lalu kenapa tiba-tiba iklan itu ke
depannya berubah dengan menuliskan syarat rute kombinasi dan eco-driving.
Ini berarti ada unsur manipulasi,” ujarnya usai persidangan.
Kuasa hukum NMI, Hinca
Pandjaitan, menepis tudingan David. Menurut Hinca, tidak ada kesalahan
dalam iklan produk Nissan March. Iklan dimaksud sudah sesuai prosedur, dan
tidak membohongi konsumen. “Iklan Nissan jujur, ada datanya dan rujukannya.
Kalau ada perubahan iklan, itu mungkin asumsi merek. Namanya iklan. Itu kan
cara menggoda orang,” pungkasnya.
Kasus Persengketaan Ekonomi
Kredit Macet Jadi Sumber Sengketa antara Nasabah dan Bank
JAKARTA, KOMPAS.com –
Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI)
melaporkan telah menerima sembilan kasus sengketa di industri perbankan Tanah
Air selama periode Januari hingga Juni 2016. Dari kasus-kasus tersebut,
sebanyak enam kasus dinyatakan sudah selesai dan tiga kasus lainnya dalam
proses penyelesaian. Himawan Soebiantoro, Ketua LAPSPI, mengungkapkan,
tipografi terbesar pengaduan dan sengketa di bidang perbankan adalah terkait
kredit nasabah.
Kebanyakan
nasabah yang mengadu merasa keberatan terkait agunan. "Tipologi terbesar
di kredit, nasabah keberatan agunannya dilelang. Kedua adalah APMK," jelas
Himawan dalam konferensi pers seminar Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa
(LAPS) di Hotel Grand Hyatt, Kamis (11/8/2016).
Himawan
mengungkapkan, kasus sengketa yang diterima oleh LAPSPI terlebih dahulu harus
diselesaikan secara internal oleh nasabah dan bank atau Internal Dispute
Resolution (IDR). Jika kasus tidak selesai dengan IDR, maka kedua belah pihak
menyampaikan dokumen tertulis kepada LAPSPI untuk kemudian ditangani. “Hampir
setiap hari ada orang konsultasi atau telepon kami tentang bagaimana
permasalahan mereka dengan bank. Sudah ditangani baik di telepon maupun secara
lisan,” ungkap Himawan.
Perkara
kredit macet Himawan mengungkapkan, sengketa biasanya terjadi ketika bank akan
melakukan eksekusi terkait kredit macet. Menurut dia, ada nasabah yang protes
saat bank melakukan eksekusi tersebut. “Di ketentuan perbankan sudah jelas,
kalau turun ke kolektabilitas 5 itu sudah macet. Sesuai perjanjian, bank bisa
menjual kredit untuk pelunasan.
Ketika
itu mau dieksekusi bank, mereka protes,” ungkap Himawan. Namun demikian, ada
pula prosedur ketika nasabah sudah memberikan komitmen membayar kredit mereka,
maka bank jangan langsung memutuskan eksekusi. Dalam hal seperti ini sengketa
kerap terjadi. “Begitu ada surat dari bank bahwa mau jual lelang agunan, mereka
panik. Mau menghubungi bank tidak bisa, langsung ke OJK atau LAPS,” tutur
Himawan.
Referensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar